Bernama.id - Jakarta l Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Rahmat Saleh, mendesak Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk mengevaluasi kebijakan perpanjangan masa jabatan Penjabat (Pj) Kepala Desa atau Wali Nagari. Rahmat menilai, perpanjangan ini rawan disalahgunakan, terutama menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
“Banyak di berbagai daerah ditemukan indikasi pemanfaatan jabatan Pj Kepala Desa, terutama perpanjangan hingga satu tahun, bahkan berlanjut", ungkap Rahmat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kemendagri di Gedung Senayan, Jakarta, Kamis (31/10/2024).
Rahmat berpendapat bahwa jabatan Pj Kepala Desa sering diisi oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) dari SKPD terkait, yang dinilai dapat berpotensi dikendalikan. “Jangan terlalu lama Pj Kepala Desa ini bertugas. ASN atau SKPD yang menjabat cenderung lebih mudah dipengaruhi, terutama dalam situasi Pilkada", jelasnya.
Ia meminta agar Mendagri meninjau ulang masalah ini demi mencegah potensi penyalahgunaan jabatan. “Hal ini harus diantisipasi agar tidak ada pihak yang mengambil keuntungan,” tambah Rahmat.
Selain itu, Rahmat turut menyoroti penurunan Indeks Demokrasi di Indonesia, mengingat pentingnya kualitas demokrasi dalam menghadapi pemilu mendatang. “Indeks demokrasi kita yang menurun perlu menjadi perhatian, agar pemilu mendatang lebih berkualitas,” katanya.
Rahmat juga menyebutkan adanya tantangan dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 lalu, khususnya mengenai aturan kuota 30% calon perempuan dalam Pileg. “Aturan ini menyulitkan banyak pihak, sehingga perlu antisipasi lebih awal ke depannya,” ujarnya.
Ia berharap komunikasi program antara Komisi II DPR RI dan Kemendagri semakin intensif dalam rangka meningkatkan kualitas demokrasi. “Kemendagri bisa lebih intensif bekerja sama untuk memperkuat literasi demokrasi masyarakat, yang nantinya turut meningkatkan indeks demokrasi di Indonesia", harap Rahmat.
Sementara itu, Mendagri Tito Karnavian mengakui adanya kontroversi terkait jabatan Pj Kepala Desa, terutama sejak revisi Undang-Undang Desa tahun 2014 menjadi Undang-Undang 2024. Tito menjelaskan bahwa perubahan tersebut memperpanjang masa jabatan kepala desa dari enam menjadi delapan tahun.
“Saya telah memberikan diskresi agar tidak ada pergantian sebelum Pilkada, untuk mencegah jabatan Pj yang diisi sementara digunakan untuk kepentingan tertentu,” kata Tito.
Dia juga menyatakan pihaknya terus berkomunikasi dengan asosiasi kepala desa untuk menindaklanjuti hal ini. “Ini menjadi catatan kami dan akan terus dibahas dengan asosiasi kepala desa,” tutup Tito. (TPHRS/ikh/ABE)