Oleh: Irsyad Syafar (Wakil Ketua DPRD Sumbar)
Ramadhan segera berangkat meninggalkan kita. Tamu mulia yang dirindukan kedatangannya, namun begitu cepat berlalu dan pergi. Hari-hari penuh berkah itu segera berakhir dan kembali kepada hari-hari biasa. Berakhir pulalah berbagai fasilitas khusus dari Allah berupa pembukaan pintu-pintu surga, penutupan pintu-pintu neraka dan pembelengguan jin dan syetan.
Bila Ramadhan ini berlalu, ia tak akan pernah kembali lagi, sampai hari kiamat. Ramadhan tahun depan bukan Ramadhan yang ini. Itu adalah makhluk baru lain yang Allah ciptakan. Kita pun belum pasti apakah akan sampai umur untuk bertemu dengannya atau tidak. Hanya kasih sayang Allah yang akan mengantarkan kita kesana.
Ada beberapa hal yang mesti kita lakukan dalam berpisah dengan bulan Ramadhan yang mulia ini. Diantaranya adalah:
1. Sejenak mengevaluasi diri
Di penghujung Ramadhan ini, layaklah kita mengevaluasi diri dengan jujur di hadapan Allah. apakah kita maksimal dalam melakukan berbagai ibadah? Baik puasa, shalat tarawih dan witir, tilawah Al Quran, bersedekah, dan ibadah sunat lainnya. Adakah semua itu mengalami peningkatan kualitas? Adakah ibadah tersebut menimbulkan perubahan dalam akhlak kita, budaya keseharian kita dan kepatuhan kita kepada Allah dan syariatNya.
Jika kita merasakan ada peningkatan dalam diri kita, hendaklah kita memuji Allah Swt. Sebab, Dialah yang memudahkan semua itu. Jika tidak atau belum terjadi peningkatan, maka tidak ada yang berhak kita cela atau kita salahkan kecuali diri kita sendiri. Mengapa momen yang mahal dan berharga ini tidak kita manfaatkan secara baik untuk kebaikan kita di dunia dan akhirat?
2. Senantiasa memohon ampunan dan istighfar
Beberapa ibadah penting selalu ditutup oleh Rasulullah Saw dengan beristighfar memohon ampun kepada Allah Swt. Setiap selesai shalat, Rasulullah Saw mengajarkan kita untuk beristighfar sebanyak tiga kali. Karena besar kemungkinan ibadah kita masih belum sempurna. Begitu juga seusai melaksanakan ibadah haji, Allah Swt memerintahkan untuk istighfar. Allah berfirman:
ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّـهَ إِنَّ اللَّـهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ. (البقرة: ١٩٩).
Artinya: “Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak ('Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al Baqarah: 199).
Allah Swt juga memerintahkan RasulNya yang mulia untuk beristighfar di akhir-akhir masa Beliau mengemban risalah dakwah Islam. Yaitu dengan turunnya surat An Nashr:
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَٱسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ تَوَّابًۢا. (النصر: ٣).
Artinya: “Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (QS An Nashr: 3).
Maka pada penghujung Ramadhan ini, kita tingkatkan istighfar kita dan kita perbaharui taubat kepada Allah Swt, dengan menghentikan perbuatan dosa dan menjauhinya.
3. Bersungguh-sungguh dalam ketaatan
Jika punya tamu terhormat lagi mulia, dan kita sangat mencintai tamu tersebut, maka pastilah di hari-hari terakhir keberadaannya bersama kita, kita akan memberikan pelayanan maksimal kepadanya. Begitu juga bulan Ramadhan. Di hari-hari perpisahan ini, kita harus bersungguh-sungguh beribadah kepada Allah Swt. Tidak ada yang tahu apakah kita akan ketemu lagi dengan bulan mulia ini, kecuali Allah.
Kesungguhan kita beribadah dipenghujung Ramadhan akan memberikan indikasi husnul khatimah kita bersama Ramadhan. Dan amalan setiap hamba sangat ditentukan oleh penutup (ending) dari semua rangkaiannya. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda:
وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا .(رواه البخاري).
Artinya: “Sesungguhnya amalan-amalan itu dilihat di akhirnya.” (HR Bukhari).
Dan Rasulullah Saw sangat bersungguh-sungguh dalam ibadah dan amal shaleh, khusus pada hari-hari terakhir Ramadhan, melebihi kesungguhannya pada hari-hari yang lain. Sebagaimana yang diceritakan oleh ‘Aisyah ra.:
كانَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ يَجْتَهِدُ في العَشْرِ الأوَاخِرِ، ما لا يَجْتَهِدُ في غيرِهِ. (رواه مسلم).
Artinya: “Adalah Rasulullah Saw bersungguh-sungguh (beribadah) pada sepuluh malam terakhir, tidak seperti kesungguhannya pada malam yang lain.” (HR Muslim),
4. Menundukkan hati menghadirkan khusyuk
Diantara yang akan menambah kesempurnaan ibadah dan amal shaleh kita adalah menghadirkan hati yang tunduk dan khusyuk kepada Allah Swt. Tidak merasa sudah baik dan mulia karena telah banyak beribadah selama bulan Ramadhan. Perasaan sudah mulia dan baik itu justru akan menjadi jebakan syetan. Akibatnya kita akan terjerumus kepada sikap ghurur dan ujub kepada diri sendiri.
Rasulullah Saw melarang para sahabat merasa kagum kepada puasa dan qiyamnya masing-masing. Sebab amalan tersebut pasti ada kekurangannya. Baik karena kita mengantuk atau terlalai. Tak akan ada yang bisa 24 jam selalu konsentrasi dan khusyuk. Rasulullah Saw bersabda dari hadits Abu Bakrah:
لَا يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ إِنِّي صُمْتُ رَمَضَانَ كُلَّهُ وَقُمْتُهُ كُلَّهُ. (رواه النسائي).
Artinya: "Janganlah salah seorang diantara kalian mengatakan aku pasti melakukan puasa Ramadhan seluruhnya dan akan melakukan shalat malam seluruhnya." (HR An Nasai).
5. Akhiri permusuhan dan pertikaian
Diantara amalan yang paling utama dalam mengakhiri bulan Ramadhan yang mulia ini adalah mengakhiri perselisihan dan pertikaian. Baik itu dengan saudara dekat dan kerabat, maupun sesama kaum muslimin. Sebab, itu akan menghalangi turunnya kebaikan dan keberkahan bagi masyarakat dan umat Islam. Dan menyebabkan lemahnya barisan kaum muslimin.
Dahulu hampir saja Allah Swt bukakan kapan malam Qadar itu akan terjadi kepada Rasulullah Saw dan para sahabat. Akan tetapi karena mereka saling bertikai dan berselisih, Allah tidak jadi membukanya dan menjadikan tetap rahasia (misteri) sampai hari kiamat kelak. Sebagaimana dalam hadits dari Ubadah bin Shamit:
خَرَجَ النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ لِيُخْبِرَنَا بلَيْلَةِ القَدْرِ فَتَلَاحَى رَجُلَانِ مِنَ المُسْلِمِينَ فَقَالَ: خَرَجْتُ لِأُخْبِرَكُمْ بلَيْلَةِ القَدْرِ، فَتَلَاحَى فُلَانٌ وفُلَانٌ، فَرُفِعَتْ وعَسَى أنْ يَكونَ خَيْرًا لَكُمْ، فَالْتَمِسُوهَا في التَّاسِعَةِ، والسَّابِعَةِ، والخَامِسَةِ. (رواه البخاري).
Artinya: “Nabi Saw keluar untuk memberitahukan kami tentang Lailatul Qadar. Tiba-tiba ada dua orang dari Kaum Muslimin yang saling berbantahan. Akhirnya Beliau berkata: "Aku datang untuk memberitahukan kalian tentang waktu terjadinya Lailatul Qadar namun fulan dan fulan menyanggah aku sehingga kepastian waktunya diangkat (menjadi tidak diketahui). Namun semoga kejadian ini menjadi kebaikan buat kalian, maka carilah pada malam yang kesembilan, ketujuh dan kelima (pada sepuluh malam akhir dari Ramadhan)." (HR Bukhari).
Banyak permasalahan fiqh yang diperselisihkan oleh Ulama-ulama besar sejak dahulu kala. Terutama yang terkait dengan beberapa amalan di bulan Ramadhan. Dan perselisihan tersebut tidak kunjung tuntas dan selesai. Sebab masing-masing memiliki dalil dan cara pandang serta analisa terhadap dalil-dalil tersebut. Seperti permasalahan tentang jumlah rakaat shalat tarawih, pembayaran zakat fitrah dengan uang, lafadz takbir Idul Fitri dan lain-lain. Sebaiknya kita akhiri pebedaan pendapat itu, mari amalkan saja yang menjadi keyakinan dan pilihan fiqh kita. Dan tidak usah menegasi atau menghukumi pilihan fiqh orang lain.
Wallahu A’laa wa A’lam.