Oleh : Labai Korok Piaman
Kawasan Sumatera Barat, sudah terbukti menjadi kawasan yang rawan bencana, setiap tahun selalu terjadi bencana yang menelan korban, satu kejadian yang teranyar terjadi gempa di Pasaman, telah menelan korban meninggal, luka-luka, rumah-rumah banyak yang roboh, belum kerugian harta lainnya.
Sekarang idealnya Pemerintah Daerah, Pemerintah Propinsi sudah melakukan kajian dan pemetaan ruang pemukiman yang ramah teradap efek bencana, maka perlu membuat Tata Ruang Propinsi, Kabupaten dan Kota, jika perlu Nagari se-Sumbar.
Tujuannya adalah mewujudkan ruang daerah ranah Minangkabau yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan pentingnya ke terpaduan antar wilayah, antar sektor, dan antar pemangku kepentingan, serta peran aktif masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang di masyarakat. Penataan ruang berfungsi menjaga keharmonisan ruang untuk berbagai aktivitas manusia agar fungsi masing-masing kawasan terjaga baik dari bencana.
Sebagaimana diketahui, daerah Sumbar yang rawan risiko bencana alam, penataan ruang berperan penting untuk mengantisipasi dan memitigasi bencana, selaras Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dan perlu dilakukan revisi Perda yang ada.
Perlu Penulis jelaskan bahwa salah satu elemen penting dalam kegiatan mitigasi bencana adalah penyiapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota/Kabupaten atau Propinsi berdimensi mitigasi bencana. RTRW dan RDTR harus memuat unsur rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang evakuasi bencana dan mengevaluasi penduduk dikawasan yang ditetapkan tempat hunianya.
Saatnya Kepala Daerah harus memiliki kesadaran terhadap risiko bencana. Ketegasan pengendalian tata ruang sangat dibutuhkan untuk menerapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Berbasis Risiko Bencana.
Pembangunan Risiko Bencana dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Rencana Strategis Pemerintah Daerah, Rencana Kerja Perangkat Daerah, serta Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan elemen lain di Minangkabau ini.
Idealnya kedepan Pemerintah Daerah harus mengevaluasi atau merevisi serta menyelaraskan RTRW dan RDTR terhadap Peta Rawan Bencana (Bappenas-BNPB, 2017). Evaluasi difokuskan pada kawasan perumahan, bangunan, pemukiman hunian yang masuk zona kuning, merah risiko tinggi bencana diperjelas.
Potensi bencana di setiap daerah berbeda seperti banjir, galodo, tsunami, gempa, dan lainnya. Sehingga langkah pengurangan risiko bencana dan penanggulangan bencana harus disesuaikan dengan kondisi lokal Kabupaten, Kota, sampai Desa/Nagari. Tantangan lain ialah keterbatasan ketersediaan lahan (relokasi permukiman), kesadaran dan kesediaan warga berpindah, serta dukungan sumber pendanaan. Penulis yakin semua terwujud dengan keseriusan.
Selanjutnya Pemerintah Daerah perlu melakukan sosialisasi dan edukasi kebencanaan kepada masyarakat yang berada di zona kuning dan merah bencana. Pemerintah harus berani berkata tidak pada masyarakat dari pada bencana kembali menelan korban banyak. Keseriusan Pemerintah diwujudkan dengan menyediakan lahan dan merelokasi permukiman dari zona rentan bencana.
Pemerintah Daerah harus melarang kawasan rawan bencana untuk bangunan dan permukiman dan pemanfaatan ruang seperti yang terjadi di Pasaman dan Tandikek Padang Pariaman, dan lainnya. Solusinya, Pemerintah Propinsi dan Daerah menyediakan cadangan lahan untuk lokasi pengungsian, hunian sementara, hingga hunian tetap agar penanganan pasca bencana bisa lebih cepat. Relokasi harus mempertimbangkan dengan cermat kompleksitas dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Pemerintah Daerah harus serius menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan dan Panduan Rancang Kota, Kabupaten/kawasan Nagari juga, perkotaan/Nagari aman bencana. Permukiman dan kantor pemerintahan dikembangkan ke kawasan aman bencana.
Pemerintah menata ulang Kota, Kabupaten, Nagari melakukan konsolidasi lahan, dan merekonstruksi infrastruktur kota. Di permukiman dan pusat per kotaan dikembangkan jalan (jalur evakuasi) dilengkapi rambu, marka, sirene peringatan dini (alat peringatan tradisional seperti kentongan atau pengeras suara tempat ibadah).
Ruang Terbuka Hijau (taman/lapangan olah raga) diperbanyak dan dirancang lebih matang sebagai tempat evakuasi bencana dan posko pengungsian yang dilengkapi fasilitas pembangkit listrik mandiri bertenaga surya, ketersediaan telepon satelit, pompa hidran, sanitasi dan sarana air bersih. Mari berpikir antisipasi bencana daerah dengan tata ruang yang jelas[*].