Bernama.id - Padang l Amandemen Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 tidak serta merta bisa dilakukan atas kehendak elit partai. Amandemen bisa dilakukan bila ada kehendak rakyat dan melalui mekanisme Sidang MPR.
Dalam keterangan tertulis yang diterima Bernama.id pada Rabu, 23/3/2022, Anggota MPR RI Hermanto menyebutkan hal tersebut menanggapi kalangan elit yang mengangkat wacana amandemen UUD NRI 1945 untuk memperpanjang masa jabatan Presiden atau menambah masa jabatan Presiden menjadi 3 periode. "Masa jabatan presiden maksimal dua periode yang berlaku saat ini masih didukung oleh rakyat," tutur Hermanto dihadapan peserta kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Gedung Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial (LKKS) Provinsi Sumatera Barat, Gunung Pangilun, Padang belum lama ini.
Lebih jauh Hermanto mengingatkan agar hati-hati dengan amandemen UUD NRI 1945. "Harus difikirkan betul implikasinya," ujar legislator dari FPKS MPR RI ini.
Saat ini, katanya, sebagai dampak globalisasi sekat-sekat negara hampir terabaikan. "Bila amandemen dibuka, tidak ada jaminan bebas dari intervensi asing," ucap Hermanto.
Karena itu, kata Hermanto, tidak usah membuka amandemen untuk merevisi ketentuan yang mengatur masa jabatan Presiden. Ketentuan yang mengatur masa jabatan Presiden tercantum dalam UUD NRI 1945 Pasal 7 yang berbunyi: 'Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan'.
"Ketentuan tersebut sangat jelas mengatur masa jabatan Presiden maksimal 2 periode. Ketentuan tersebut semangatnya adalah regenerasi. Kita dukung semangat itu," pungkas legislator dari Dapil Sumbar I ini.
Dalam kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI ini hadir juga Wakil Ketua DPRD Kota Padang Arnedi Armen dan Anggota DPRD Kota Padang Muharlion.(rel/Arif)