Oleh: H. Irsyad Syafar, Lc, M. Ed (Pembina Yayasan Waqaf Ar Risalah)
Dalam berinteraksi sosial, etika merupakan cerminan kualitas kepribadian seseorang. Secara fitrah manusia menyukai orang yang beretika (sopan) dan membenci orang yang sebaliknya.
Bagi orang beriman etika adalah cerminan dari kondisi ruhiyahnya. Ketika ruhiyahnya bagus, maka akhlaknya juga bagus. Ketika ruhiyahnya menurun, maka akhlaknya juga ikut turun. Nabi kita yang mulia dipuji Allah dalam firmanNya: "Engkau betul-betul di atas akhlak yang agung". (QS Al Qalam: 4).
Rasa adalah etika yang tinggi dalam pergaulan. Ia adalah cermin dari kebersihan hati dan kesucian jiwa. Dengan rasa, seseorang menjaga perilakunya terhadap orang lain. Apa yang akan membuat orang susah atau tidak nyaman akan dihindarinya. Dan yang akan membuat orang lain nyaman dan dihargai, ia kerjakan.
Namun, kadang karena sudah begitu rusaknya pergaulan dan hilangnya rasa, interaksi yang beretika seringkali terabaikan. Bahkan oleh banyak orang tidak dipikirkan sama sekali.
Berikut beberapa contoh sederhana dan sering terjadi dalam interaksi kita yang menyangkut kepada rasa.
*1. Posting ke nomor pribadi*
Seiring dengan semakin majunya tekhnologi komunikasi, media sosial semakin berkembang. Aplikasi medsos memanjakan para penggunanya dengan berbagai layanannya. Seperti whatsapp dan telegram.
Dengan aplikasi ini orang begitu mudah mengirim teks, gambar bahkan video. Berbagai materi ataupun konten begitu mudah dan cepat dikirim dan disebar.
Namun yang perlu disadari, nomer kontak setiap orang tetaplah itu ruang privasi. Bukan ruang publik. Tidak sama dengan group atau komunitas. Jangan kita sembarangan mengirim tulisan, gambar, video atau konten apapun ke nomor seseorang. Walaupun dia teman kita atau orang yang dekat dengan kita.
Ada orang yang kerjanya mengirim berbagai konten ke nomer orang lain. Alasannya ini materi bagus, ini amar makruf dan nahi mungkar, dan alasan lainnya. Anda salah. Ruang privat itu ibarat rumah. Ketuk dulu pintunya dan minta izin. Jangan main lempar saja sesuatu ke rumah orang. Disitulah letak rasa.
*2. Mengirim nomor rekening*
Diantara interaksi kita dengan sesama adalah memberi nomor rekening bank. Misalnya si A meminta bantuan atau sumbangan atau apalah namanya kepada si B. Lalu si B meminta nomor rekening si A. Maka si A mengirimkan photo lembar pertama buku rekeningnya. Disana akan terlihat nomor rekening dan namanya.
Namun cara seperti ini sebenarnya kuranglah elok. Secara tidak langsung si A berkata: "Ini no rekeningnya, lihatlah dan baca sendiri dan catat sendiri". Tentu itu terasa kurang sopan.
Akan lebih bagus apabila no rekening itu dituliskan langsung di kolom chat. Kalau kemudian ditambahkan dengan photo lembar pertama buku rekening tersebut, sangat bagus. Dengan demikian yang menerimanya sudah bisa mengcopy langsung nomor yang tertulis, tanpa harus membuka photo dulu dan mengeja nomornya satu-persatu.
Lagi-lagi ini masalah kehalusan rasa. Mungkin tidak terpikir oleh sebagian orang. Namun kalau kita dalam posisi yang membutuhkan, baiknya rasa dan etika ini kita jaga. Sebagai bagian dari penghormatan kita kepada orang lain yang akan membantu kita.
*3. Menelpon berulang-ulang*
Menelpon langsung seseorang atau orang lain adalah suatu yang biasa dan lumrah. Sebab, adanya nomor telepon memang untuk dihubungi dan dikontak. Kalau tidak mau ditelpon, sebaiknya tidak usah punya telpon.
Namun ada orang yang seringkali menelpon orang lain. Tapi dilakukan berulang-ulang, sampai 4 kali atau 5 kali, sampai habis bunyi dering. Perilaku ini juga kurang beretika. Sebaiknya, menelpon seseorang itu cukuplah 3 kali saja. Kalau belum diangkat, bisa dikirim pesan singkat kepadanya: "Mohon maaf, kapan saya bisa menghubungi anda?".
Rasulullah Saw kalau minta izin masuk ke rumah orang lain, hanya maksimal 3 kali saja. Setelah itu Beliau berbalik dan pergi. Pertanda tuan rumah sedang tidak ada, atau lagi tidur atau sedang tidak kondusif untuk menerima tamu.
*4. Menelpon tidak kenal waktu*
Ada juga orang yang menelpon orang lain, tapi tidak mengenal dan melihat waktu. Menunjukkan orang ini tidak peduli dan tidak memikirkan (menghormati) orang lain.
Ada yang menelponnya sudah tengah malam. Atau sangat pagi sekali. Tentu bunyi dering pada waktu-waktu tersebut sangat mengganggu. Alangkah lebih eloknya dikirim dulu pesan singkat: "Mohon izin, jam berapa bisa saya kontak?"
Ada juga yang menelpon pada waktu-waktu shalat. Menunjukkan dia tidak peduli waktu, atau juga tidak peduli shalat. Sebelum menelpon hendaknya perhatikan jam berapa saat itu. Dan apakah orang yang akan ditelpon pada waktu jam shalat atau tidak. Misalnya di padang memang baru jam 12 siang. Belum waktu zhuhur. Tapi di Jakarta bisa jadi orang lagi shalat berjamaah. Disinilah rasa itu berfungsi.
*5. Bertamu dan interogasi*
Ada sebagian orang, ketika bertamu ke rumah kita, matanya gentayangan kemana-mana melihat isi rumah. Kadang tidak peduli dengan situasi rumah dan tuan rumahnya.
Kadang setelah itu mulai menanya harga barang atau perabot rumah satu persatu. Seolah-olah dia seorang pemeriksa BPK yang lagi sidak di sebuah kantor.
Padahal, orang beriman tetap diperintahkan menahan pandangan dimanapun ia berada. Apalagi dalam keadaan bertama. Dan juga harus menjauhi hal-hal yang bukan urusannya. Sebab itu adalah tanda bagusnya kualitas keislamannya.
Masih banyak contoh lain yang kita rasakan langsung dalam bergaul dengan sesama. Mari kita tingkatkan terus akhlak dan etika kita, dengan terus menghaluskan rasa dan perasaan. Sehingga derjat kita terus naik di sisi Allah dan (mungkin) juga di mata manusia.
Wallahu A'lam.