Oleh : Labai Korok Piaman
Tiga orang anak muda tangung berboncengan sepeda motor, yang mengemudi berjenis kelamin laki-laki, posisi ditingah perempuan, dibelakang sambil menjepit/memegang erat-erat perempuan ditengah jenis kelami laki-laki. Mereka bertiga masing-masing memegang sebatang rokok ditangan. Berkendaraan dengan kecepatan tinggi, diselingi tawa tampa memperdulikan keselamatan berkendaraan.
Itulah salah satu fenomena anak muda Kita sekarang, sudah jauh dari nilai-nilai kesopanan, budi pekerti baik, budaya Minangkabau. Apalagi nilai agama Islam barang tentu sangat jauh. Model berbonceng bertiga dengan rambut perempuan dicat-cat, dengan pakaiannya juga senonoh (Bahasa Malaysia). Itu kerusakan moral nyata.
Ungkapan ini serius disampaikan ke Penulis oleh Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat, H.Budiman DT. Malano Garang, S.Ag MM dari Fraksi PKS, yang Penulis selalu pangil dengan Apak Budiman semenjak beliau Anggota Dewan di Padang tahun 2004.
Cerita Apak Budiman sambung bersaut dari Penulis, itu belum seberapa Apak, ada yang lebih para dari itu, penampilan acara orgen tunggal pemuda dengan adanya kedatangan artis sawer. Kelakuan para artis sawer dengan pengunjung melebihi kelakuan suami istri berduaan, atau melebihi kelakuan saat orang pergi kediskotik kota. "Pokoknya prilakunya akan mendatangkan bala, mako gampo aa nan kaindak, stunami bisa tibo karena diberi azab oleh Allah. SWT" (kata Penulis).
Itu sedikit bahan muatan diskusi yang Penulis ungkapkan dalam tulisan ini dilakukan kemarin diruangan Fraksi PKS dengan Apak Budiman. Yang disaat itu juga ada Abang Ancah dan Abang Muklasin yang fokus mempersiapkan diri untuk acara Paripurna tentang penetapan KUA/PPAS anggaran perubahan Propinsi Sumbar 2021.
Dalam diskusi itu banyak sebenarnya yang bisa Kami ambil hikmah atau rekomendasinya. Namun Kita sepakat satu hal yaitu teori gelas terisi air. Jika gelas penuh maka tidak ada rongga angin yang mubazir. Jika gelas diisi sedikit maka ada rongga angin yang dianggap tidak bermanfaat.
Maksudnya angin dalam gelas adalah jika kebijakan anggota Dewan tentang pokok pikiran (pokir)-nya diarahkan pada pembangunan infrastruktur semata seperti bangun gedung, buat jalan, bantu gerobak, bantu sapi, bantu jembatan maka akan ada kekosongan anggaran dibidang lain seperti agama, budaya, pelatihan-pelatihan mental tidak dianggarkan, pembekalan ilmu agama kosong, penguatan peraturan agar maksiat tidak ada, juga tidak dianggarkan maksimal.
Perumpamaan air dalam gelas adalah yang mengisi atau membangun jiwa raga manusia, ada anggaran membangun ruh kebaikan secara adat Minang didalam diri anak kemenakan terpenuhi nilai-nilai agama Islam tegak tentunya. Akhirnya menurut Kami, terlalu banyak anggaran pokir seperti angin dalam gelas maka dampak bisa seperti cerita anak muda bersepeda motor diatas.
Untuk adanya kekuatan moral, prilaku sesuai dengan adat Minang, menjunjung nilai-nilai agama Islam dalam kehidupan di Sumatera Barat ini maka mau tidak mau semua anggota Dewan pokirnya harus diarahkan dalam bentuk non infrastruktur.
Mari sama-sama berpikir bahwa penguatan jiwa, raga itu penting kedepan Maka ada keyakinan dalam kesimpulan diskusi tersebut. Jika anggaran pokir anggota Dewan diperbanyak untuk pemberantasan maksiat, menghilangkan prilaku amoral, penguatan agama Islam, Insyallah negeri Minangkabau menjadi negeri yang dimulyakan oleh Allah. SWT.