BERNAMA.ID
News Update
Loading...



Berita

[Berita][recentbylabel]

Featured

[Featured][recentbylabel]

Buat web di Bayanaka ID

Sabtu, 06 Desember 2025

Rahmat Saleh Sorot UU Cipta Kerja Lemahkan Pengawasan Kehutanan

Rahmat Saleh Sorot UU Cipta Kerja Lemahkan Pengawasan Kehutanan

Bernama.id - Jakarta l Anggota Komisi IV DPR RI Rahmat Saleh menilai sejumlah regulasi yang berlaku saat ini berperan dalam melemahkan kemampuan negara mengendalikan pembalakan hutan dan aktivitas ilegal di kawasan konservasi. 

Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Kehutanan di Gedung Senayan, Jakarta, Kamis (4/12/2025), ia menyampaikan kritik terhadap berbagai ketentuan yang menurutnya telah mengurangi kontrol negara terhadap pengelolaan kawasan hutan.

Rahmat secara khusus menyoroti Undang-Undang Cipta Kerja yang menurutnya justru mencabut sejumlah syarat penting terkait perlindungan hutan, termasuk ketentuan minimal 30 persen tutupan hutan di daerah aliran sungai (DAS).

Ia menegaskan hilangnya ketentuan tersebut membuat pemerintah kesulitan mengendalikan aktivitas pembalakan yang pada akhirnya berdampak langsung pada meningkatnya risiko banjir dan longsor. 

“Salah satu hal yang dicabut adalah kewajiban 30 persen hutan di daerah aliran sungai. Ketentuan itu dicabut dalam pasal terkait, sehingga kita tidak bisa mengontrolnya,” ujarnya.

Ia menilai pemerintah perlu mengambil sikap berani untuk mengevaluasi regulasi tersebut, khususnya bagian yang melemahkan fungsi pengawasan kehutanan. 

Menurut Rahmat, evaluasi perlu dibahas kembali pada tingkat kementerian dan forum lintas sektoral. 

“Mungkin Kementerian Kehutanan bisa menyampaikan dalam rapat-rapat Menko apakah UU Cipta Kerja ini perlu dievaluasi,” katanya.

Rahmat menyinggung laju deforestasi dan pembukaan lahan dalam skala masif tidak dapat dilepaskan dari perubahan regulasi yang lebih longgar dibanding sebelumnya.

Ia mengingatkan selama hampir satu dekade terakhir, sekitar 1,4 juta hektar lahan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dipergunakan untuk berbagai aktivitas perusahaan pemegang izin. 

Menurutnya, skala pemanfaatan kawasan hutan tersebut memperlihatkan bahwa kontrol negara tidak berjalan optimal. “Ini angka yang besar,” tegasnya.

Rahmat juga menghubungkan lemahnya pengendalian hutan dengan peningkatan nilai produksi dan ekspor industri kehutanan. 

Ia menyebut lima perusahaan besar di Sumatera Barat yang produksinya terus meningkat setiap bulan. 

Menurutnya, tren tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan hasil hutan masih berlangsung sangat intensif. 

“Data nanti akan kami berikan, tidak perlu disebutkan nama PT-nya. Tetapi menurut kami ini juga menyumbang besar terhadap bencana banjir,” katanya.

Ia mengingatkan bahwa bencana yang melanda Sumatera dalam beberapa waktu terakhir tidak berdiri sendiri. 

Kerusakan ekologis, lemahnya pengawasan, serta relaksasi aturan menurutnya saling berkelindan dan memperburuk dampak bencana. 

Rahmat menyayangkan apabila kementerian menyampaikan narasi yang menafikan hubungan antara deforestasi dan banjir. 

Dalam situasi ratusan warga meninggal dan ratusan lainnya belum ditemukan, ia menilai pemerintah harus jujur melihat akar masalah.

“Jangan sampai pejabat mengeluarkan pernyataan yang menyakiti hati masyarakat,” ujarnya.

Rahmat menegaskan evaluasi terhadap regulasi bukan semata kebutuhan administratif, melainkan bagian dari upaya mengembalikan kontrol negara terhadap kawasan hutan.

Ia berharap pemerintah bersedia meninjau ulang ketentuan dalam UU Cipta Kerja, terutama pasal-pasal yang mengurangi ruang pengawasan dan penegakan hukum. 

“Ini momentum bagi kita untuk mengoreksi kebijakan yang tidak berpihak pada perlindungan hutan dan keselamatan masyarakat,” ucapnya. (TPHRS/ABE)

Jumat, 05 Desember 2025

Lemahnya Kebijakan Jadi Alasan Dorongan Menhut untuk Mundur

Lemahnya Kebijakan Jadi Alasan Dorongan Menhut untuk Mundur

Bernama.id - Jakarta l Anggota Komisi IV DPR RI Rahmat Saleh menegaskan desakan agar pejabat, terutama Menteri Kehutanan (Menhut) mundur berangkat dari lemahnya penanganan pascabencana banjir di tiga provinsi, Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat.

Hal ini terutama yang berkaitan dengan sektor kehutanan dan kinerja Satgas Penyelamatan Kawasan Hutan (PKH).

Rahmat menjelaskan dalam rapat Komisi IV sehari sebelumnya, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) menyampaikan kebijakan pascabencana. 

Namun, menurutnya, penjelasan itu tidak menjawab masalah utama di lapangan. 

“Kita ingin fokus membahas langkah penanganan. Banjir belum dua hari surut, tapi kayu gelondongan besar masih melintas di depan warga yang sedang dilanda musibah,” katanya saat dialog di Kompas TV secara daring, Jumat (5/12/2025).

Rahmat menyoroti, aktivitas pembalakan tetap berlangsung meski daerah terdampak berada dalam kondisi darurat. 

Rahmat menilai hal itu menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah. “Faktanya kayu gelondongan segar masih lewat truk pengangkut. Itu bukti Pak Menhut tidak bisa melakukan apa-apa di tengah bencana, terutama pascabencana yang berkaitan dengan kewenangannya,” kata Rahmat.

Rahmat menegaskan, persoalan ini berkaitan langsung dengan perusahaan yang selama ini menggunakan kawasan hutan di luar HGU mereka. 

Temuan Satgas PKH, termasuk penyitaan lahan bermasalah di Padang Lawas sekitar 47 ribu hektare dan di Agam sekitar 3.040 hektare. 

Menurutnya, perusahaan-perusahaan tersebut telah menikmati manfaat dari kawasan hutan, sementara ketika bencana datang, masyarakat yang menanggung akibatnya.

“Selama ini mereka yang menikmati. Tapi ketika banjir terjadi, rakyat menderita dan pemerintah yang menanggung beban. Sementara pihak-pihak yang mengambil keuntungan dari hutan itu tidak punya peran dalam pemulihan,” ujarnya.

Rahmat menegaskan situasi ini membuat Komisi IV berkesimpulan, Menhut kehilangan kendali dalam penegakan kebijakan dan pengawasan sektor kehutanan. 

Karena itu, desakan agar menteri mundur dinilai sebagai konsekuensi dari kegagalan dalam menjalankan kewenangan dasar.

Rahmat menekankan, masalah banjir ini bukan hanya soal curah hujan, tetapi kerusakan alam, terutama hutan yang dibiarkan. 

“Itu semua sudah di depan mata. Kalau kerusakan tidak ditindak, bencana akan terus berulang,” tegasnya.
Bersama Warga Menata Duka : Hj. Nevi Zuairina dan Sekjen PKS Salurkan Bantuan dari Potongan Gaji Anggota DPR untuk Korban Bencana Sumbar

Bersama Warga Menata Duka : Hj. Nevi Zuairina dan Sekjen PKS Salurkan Bantuan dari Potongan Gaji Anggota DPR untuk Korban Bencana Sumbar

Bernama.id - Padang l Anggota DPR RI Fraksi PKS, Hj. Nevi Zuairina, bersama Sekjen DPP PKS, turun langsung ke lokasi bencana banjir dan galodo di Sumatera Barat untuk memastikan penanganan darurat berjalan cepat dan bantuan menjangkau masyarakat yang paling terdampak. 

Dalam kunjungan kemanusiaan tersebut, FPKS DPR RI menyerahkan paket bantuan yang dihimpun dari potongan gaji anggota DPR RI PKS, sebagai wujud aksi nyata solidaritas dan kepedulian terhadap warga Sumbar.

Hj. Nevi Zuairina menyampaikan bahwa musibah yang menimpa berbagai daerah di Sumbar adalah duka bersama. 

Karena itu, PKS menggerakkan seluruh struktur partai dan perwakilan legislatif untuk ikut hadir, membantu, dan memastikan tidak ada korban yang terabaikan. 

“Kami tidak ingin hanya menyampaikan simpati dari jauh. Maka kami datang, melihat langsung kondisi di lapangan, dan membawa bantuan hasil gotong-royong kader serta potongan gaji anggota DPR. Inilah bentuk kecil dari komitmen kami untuk rakyat,” ujar Nevi.

Didampingi relawan dan struktur PKS Sumbar, Hj. Nevi dan Sekjen PKS menjangkau sejumlah titik yang sebelumnya dilaporkan masih minim bantuan. 

Mereka memberikan paket logistik, peralatan kebersihan, kebutuhan perempuan dan anak, serta dukungan untuk dapur umum. Selain menyerahkan bantuan, keduanya berdialog dengan warga mengenai kebutuhan mendesak pascabencana serta mendorong percepatan status bencana agar penanganan dapat dilakukan secara nasional dan lebih komprehensif.

Politisi PKS ini menyampaikan bahwa langkah pemotongan gaji anggota legislatif PKS bukanlah hal baru, tetapi bagian dari tradisi solidaritas yang selama ini dijalankan partai. 

“Setiap kali bencana melanda, PKS berusaha menjadi yang paling cepat bergerak. Ini bukan pencitraan, tapi amanah kemanusiaan. Apa yang kami berikan mungkin belum banyak, tetapi kami ingin memastikan warga merasakan kehadiran negara, merasakan kehadiran kami,” ungkapnya.

Hj. Nevi Zuairina menambahkan bahwa ke depan, PKS akan terus memprioritaskan wilayah yang belum tersentuh bantuan, sambil mendorong mitigasi jangka panjang agar musibah serupa dapat diminimalisir. 

Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga kekompakan dan saling menguatkan dalam masa pemulihan.

“Duka ini kita tanggung bersama, dan insya Allah kita bangkit bersama,” tutup Hj. Nevi. Zuairina. (NZMC/Arif)
Hj. Nevi Zuairina Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana Alam di Nagari Balingka, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam

Hj. Nevi Zuairina Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana Alam di Nagari Balingka, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam


Bernama.id - Agam l Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Hj. Nevi Zuairina, kembali menunjukkan kepeduliannya kepada masyarakat Sumatera Barat yang sedang menghadapi musibah. 

Pada kegiatan penyaluran bantuan yang berlangsung di Nagari Balingka, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, ia menyampaikan bahwa solidaritas dan kebersamaan adalah fondasi kekuatan masyarakat Sumbar dalam bangkit dari bencana alam.

Bantuan yang disalurkan melalui lembaga sosial dan para relawan lokal ini ditujukan untuk membantu warga yang terdampak langsung. 

Hj. Nevi menegaskan bahwa sebagai wakil rakyat dari Sumatera Barat II, sudah menjadi amanah baginya untuk hadir dan memastikan masyarakat mendapatkan dukungan nyata saat menghadapi kesulitan. 

Ia menyampaikan bahwa setiap bencana membawa duka dan kerugian, namun Sumbar selalu mampu bangkit berkat budaya gotong royong yang kuat.

“Masyarakat Sumbar, termasuk di Kabupaten Agam, memiliki ketabahan luar biasa. Bantuan ini memang tidak dapat menggantikan seluruh kerugian, namun saya berharap dapat menjadi penguat semangat bahwa kita menghadapi musibah ini bersama-sama,” ujar Hj. Nevi Zuairina.

Bantuan yang diberikan meliputi kebutuhan dasar dan beberapa barang penunjang bagi warga yang masih berada dalam masa pemulihan. 

Politisi PKS ini memberikan apresiasi kepada pemerintah daerah, para tokoh nagari, dan relawan yang bekerja keras memastikan distribusi bantuan berlangsung cepat dan tepat sasaran.

Selain bantuan langsung, legislator perempuan PKS ini  juga menyoroti pentingnya percepatan pemulihan infrastruktur di Kabupaten Agam, terutama akses jalan, fasilitas umum, dan jaringan vital yang terdampak. 

Menurutnya, pemulihan ini sangat penting agar aktivitas ekonomi masyarakat yang sebagian besar bergantung pada usaha harian dapat kembali berjalan normal.

Ia menyampaikan akan terus mengawal berbagai kebutuhan masyarakat Agam dan wilayah Sumbar lainnya pada tingkat pusat, termasuk memastikan alokasi anggaran penanggulangan bencana dapat dimanfaatkan secara optimal. Nevi juga mengajak masyarakat untuk memperkuat semangat saling membantu.

“Mari kita jaga kebersamaan, terus mendoakan keselamatan daerah kita, dan memastikan setiap langkah pemulihan berjalan dengan aman, cepat, dan berpihak pada masyarakat,” tutup Hj. Nevi Zuairina. (NZMC/Arif)

Kamis, 04 Desember 2025

Rahmat Saleh Desak Menteri Evaluasi Diri hingga Keberanian Mundur

Rahmat Saleh Desak Menteri Evaluasi Diri hingga Keberanian Mundur




Bernama.id - Jakarta l Anggota Komisi IV DPR RI Rahmat Saleh menilai sudah sewajarnya seorang pejabat, terutama menteri mempertimbangkan mundur dari jabatan apabila tidak mampu menangani situasi bencana yang terus menelan korban.

Dalam rapat dengar pendapat bersama Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni di Gedung Senayan, Jakarta, Kamis (4/12/2025), ia menyampaikan kritik keras terhadap pernyataan sejumlah pejabat kementerian terkait penyebab banjir di berbagai wilayah Sumatera. 

Menurutnya, penyampaian data yang seolah menegaskan deforestasi bukan faktor utama justru menyinggung masyarakat yang tengah berduka.

Rahmat menilai pendekatan tersebut keliru, terutama ketika masyarakat masih kehilangan ratusan anggota keluarga akibat bencana. 

“Jangan sampai pejabat mengeluarkan pernyataan yang menyakiti hati masyarakat,” ucapnya.

Dia menegaskan dampak bencana yang terjadi memerlukan keseriusan penuh pemerintah. 

Rahmat menyinggung kembali besarnya jumlah korban yang meninggal maupun yang belum ditemukan, dan menekankan situasi tersebut bukan peristiwa biasa. 

Menurutnya, diperlukan tanggung jawab penuh dari pejabat yang memegang mandat pengelolaan lingkungan dan kehutanan.

Rahmat kemudian mengaitkan situasi ini dengan standar etika jabatan yang ia lihat diterapkan di negara lain.

 “Saya membaca berita tanggal 18 November tentang kabinet Presiden Marcos di Filipina. Mereka mengalami banjir; dua menterinya mundur secara gentleman karena merasa tidak mampu mengatasi situasi itu,” katanya.

Ia menilai langkah serupa tidaklah berlebihan apabila terjadi di Indonesia, khususnya jika pejabat terkait merasa tidak mampu mengendalikan situasi yang berdampak langsung terhadap keselamatan masyarakat. 

“Jadi bukan hal yang salah kalau ada menteri yang merasa tidak sanggup lalu mundur. Itu tugas yang mulia menurut saya,” tegas Rahmat.

Pernyataan tersebut ia sampaikan sebagai dorongan untuk mengevaluasi tanggung jawab kementerian di tengah bencana besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. (TPHRS/ABE)
Rahmat Saleh : Aset Sawit Ilegal Disebut Sumber Dana Realistis untuk Perbaikan Infrastruktur

Rahmat Saleh : Aset Sawit Ilegal Disebut Sumber Dana Realistis untuk Perbaikan Infrastruktur


Bernama.id - Jakarta l Anggota Komisi IV DPR RI Rahmat Saleh menilai pemanfaatan aset sawit ilegal yang telah disita negara menjadi langkah konkret yang selaras dengan komitmen pemerintah untuk mempercepat pemulihan infrastruktur di wilayah terdampak banjir dan longsor di Sumatera.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR RI dengan Kementerian Kehutanan di Gedung Senayan, Kamis (4/12/2025), ia menegaskan perlunya solusi pendanaan yang realistis di tengah menurunnya transfer anggaran pusat. 

Menurutnya, kerusakan besar di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tidak dapat ditangani hanya dengan mengandalkan mekanisme anggaran reguler, sehingga aset sawit ilegal yang telah kembali ke tangan negara seharusnya dioptimalkan.

“Jangan sampai di tengah transfer anggaran pusat yang menurun, daerah yang dihantam bencana justru harus menanggung beban pembangunan sendiri,” ujarnya.

Rahmat menyebut perkebunan sawit yang beroperasi ilegal di kawasan hutan sebagai salah satu sumber nilai ekonomi yang dapat digunakan segera. 

Ia mencontohkan penertiban 3.043 hektare lahan di Cagar Alam Maninjau, Agam, serta sekitar 47.000 hektare lahan sawit ilegal yang telah disita satgas di Sumatera Utara. 

Ia menilai aset tersebut tidak boleh dibiarkan menganggur. “Kebun-kebun yang sudah dikuasai negara harus diambil alih sepenuhnya, dijual, dan hasilnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur,” tegasnya.

Ia menilai masyarakat selama ini menanggung dampak ekologis akibat pembukaan perkebunan sawit ilegal, sementara pelakunya menikmati keuntungan tanpa izin. 

Bencana terbaru, menurutnya, menjadi momentum untuk memperbaiki kondisi yang telah berlangsung lama. 

“Mereka enak-enak tinggal di luar negeri, termasuk Singapura, tetapi uangnya diambil dari sini. Sementara masyarakat merasakan banjir,” katanya.

Rahmat menambahkan langkah pemulihan tidak boleh berhenti pada penanganan darurat. Pemerintah, menurutnya, harus mengamankan sumber pendanaan jangka panjang guna memperbaiki jalan, jembatan, irigasi, serta fasilitas umum lainnya. 

Ia menyebut aset sawit ilegal sebagai solusi yang realistis karena nilainya besar dan sudah berada dalam kewenangan negara. 

“Ini kesempatan bagi kita untuk mengambil alih aset yang sudah dipegang negara dan memberikannya kembali untuk masyarakat,” ujarnya.

Hal itu menurut Rahmat Saleh juga selaras dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto saat mengunjungi korbana bencana Sumbar di Padang Pariaman, beberapa waktu lalu.

Rahmat mengutip pernyataan Presiden yang menyebut akan menangkap para maling-maling rakyat, alias koruptor.

Menurutnya, komitmen Presiden tersebut selaras dengan usulan pemanfaatan aset sawit ilegal sebagai bagian dari sumber pendanaan pemulihan. 

Ia menambahkan salah satu fakta penting adalah keberadaan ratusan ribu hektare kebun sawit yang menanam di luar HGU dan memasuki kawasan hutan. (TPHRS/ABE)
Data Hutan Dipertanyakan, Rahmat Saleh Minta Kemenhut Jujur

Data Hutan Dipertanyakan, Rahmat Saleh Minta Kemenhut Jujur

Bernama.id - Jakarta l Anggota Komisi IV DPR RI Rahmat Saleh mengkritisi pemaparan Kementerian Kehutanan yang dinilainya tidak menempatkan deforestasi sebagai faktor utama dalam memperparah bencana banjir dan longsor di Sumatera dalam beberapa waktu terakhir. 

Kritik tersebut ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPR RI dengan Kementerian Kehutanan di Jakarta, Kamis (4/12/2025).

Menurutnya, pemaparan Kemenhut tidak menggambarkan kondisi sebenarnya di lapangan.

Rahmat menilai narasi yang dihadirkan kementerian seolah mengesankan deforestasi telah menurun signifikan dan tidak menjadi penyebab utama kerusakan ekologis. 

“Tadi di awal Pak Menteri mengutarakan data yang menampilkan bahwa sudah terjadi penurunan deforestasi dari tahun ke tahun. Pesan yang kami tangkap adalah bahwa Kementerian Kehutanan menganggap penyebab utama banjir itu bukanlah deforestasi atau pembalakan hutan,” ujarnya.

Ia mengingatkan agar kementerian tidak menyampaikan informasi yang dapat menyesatkan publik, terutama ketika masyarakat Sumatera masih berada dalam situasi duka. 

“Kalau kemudian menganggap deforestasi bukanlah penyebab, itu menurut kami sesuatu yang keliru untuk disampaikan kepada masyarakat,” kata Rahmat. 

Ia menambahkan, pejabat seharusnya berhati-hati ketika berkomentar, terlebih ketika ratusan nyawa telah menjadi korban.

Rahmat merujuk pada data periode 2016–2025, di mana hampir 1,4 juta hektar lahan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat digunakan untuk aktivitas 631 perusahaan pemegang izin, termasuk HGU perkebunan sawit, BPPH, dan proyek energi. 

Menurutnya, angka tersebut menunjukkan tingkat pemanfaatan kawasan hutan yang masif dan tidak bisa dilepaskan dari meningkatnya risiko bencana. “Ini angka yang besar,” tegasnya.

Ia juga mengangkat persoalan luas lahan kritis yang mencapai sekitar 12,7 juta hektar pada 2024. 

Rahmat mempertanyakan arah kebijakan kementerian dalam mengatasi kondisi tersebut. Baginya, penanganan lahan kritis merupakan kunci untuk mencegah bencana berulang, terlebih ketika di beberapa wilayah Sumatera banjir dan longsor terjadi hampir tiap tahun dengan intensitas yang makin besar.

Dalam rapat tersebut, Rahmat menyampaikan bahwa data ekspor industri kehutanan yang terus meningkat termasuk dari Sumatera Barat juga menjadi indikator bahwa aktivitas pemanfaatan hasil hutan masih berlangsung intensif. 

Ia mengingatkan bahwa laju produksi lima perusahaan besar di Sumatera Barat terus naik dari bulan ke bulan. 

“Data nanti akan kami berikan. Tidak perlu disebutkan nama PT-nya, tetapi menurut kami ini juga menyumbang besar terhadap bencana banjir,” ucapnya.

Rahmat meminta kementerian untuk lebih jujur dalam membaca kondisi ekologis Sumatera dan tidak sekadar menonjolkan indikator administratif. 

Menurutnya, klasifikasi penurunan deforestasi tidak boleh dijadikan dasar untuk menafikan hubungan antara pembalakan hutan dan meningkatnya frekuensi bencana. 

“Kami berharap jangan sampai pejabat mengeluarkan pernyataan yang menyakiti hati masyarakat,” katanya.

Ia menekankan bahwa keberpihakan terhadap masyarakat terdampak harus ditempatkan di atas kepentingan retorika pencapaian. 

Dengan ratusan korban meninggal dan ratusan lainnya hilang, masyarakat membutuhkan penjelasan yang faktual dan langkah penanganan yang tegas. 

Dalam pandangannya, narasi pemerintah tidak boleh memutus hubungan langsung antara kerusakan hutan dan bencana yang saat ini dirasakan masyarakat di Sumatera. (TPHRS/ABE)

Buat web di Bayanaka ID

Featured

[Featured][recentbylabel2]

Featured

[Featured][recentbylabel2]
Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done